Asas Hukum Acara Pidana

 

Halo teman-teman kali ini Selancarinfo akan sharing tentang Asas-asas Hukum Acara Pidana. Namun sebelum kita melangkah lebih jauh untuk mengenal asas-asas hukum baiknya terlebih dahulu kita mengetetahui definisi dari asas hukum itu sendiri. Asas hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Prof. Dr. RM. Sudikno Mertokusumo, S.H. (1996:5-6) memberikan pandangan tentang asas hukum sebagai berikut:
“Bahwa asas hukum bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan kongkrit yang terdapat di dalam dan di belakang, setiap sistem hukum. Hal ini terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan kongkrit tersebut. 
 
 
Definisi Asas Hukum Menurut para ahli
 
  • Prof.Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa, Asas hukum merupakan “jantung” peraturan hukum. Ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas asas hukum tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Kalau demikian dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar sekumpulan peraturan-peraturan, karena asas itu mengandung nilai nilai dan tuntutan tuntutan etis, merupakan jembatan antara peraturanperaturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya.  (Rachmadi Usman, 2000:7) 
  • Roeslan saleh yang mengutip kata-kata Paul Scholten mengartikan bahwa asas asas hukum sebagai pikiran pikiran dasar yang sebagai aturan bersifat umum menjadi fundamen dari suatu sistem hukum. (Rachmadi Usman, 2000:8)
  • Bellefroid menyatakan bahwa asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum umum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. (Sudikno Mertokusumo, 2010:42)
  • Van Eikema Hommes menyatakan bahwa asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma-norma konkret, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain, asas hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. (Sudikno Mertokusumo, 2010:42)
 
Penggolongan asas hukum
 
Penggolongan asas hukum dibedakan menjadi dua jenis, yaitu asas hukum umum dan asas hukum khusus :
1) Asas hukum umum ialah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum, seperti asas restitution in integrum, asas lex posteriori derogat legi priori, asas bahwa apa yang lahirnya tampak benar, untuk sementara harus dianggap demikian sampai diputus (lain) oleh pengadilan.
2) Asas hukum khusus berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum perdata, hukum pidana, dan sebagainya, yang sering merupakan penjabaran dari asas hukum umum, seperti asas pacta sunt servanda, asas konsensualisme, asas yang tercantum dalam Pasal 1977 BW, asas praduga tak bersalah. (Sudikno Mertokusumo, 2010:45)
 
 
Fungsi Asas Hukum
 
Klanderman yang menyatakan bahwa terdapat dua fungsi asas hukum yaitu:
1) Fungsi asas hukum dalam hukum Asas dalam hukum mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk undang-undang dan hakim (ini merupakan fungsi yang bersifat mengesahkan), serta mempunyai pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak.
2) Fungsi asas hukum dalam ilmu hukum Asas dalam ilmu hukum hanya bersifat mengatur dan eksplikatif (menjelaskan). Tujuan adalah memberikan ikhtisar, tidak normatif sifatnya dan tidak termasuk hukum positif. (Sudikno Mertokusumo, 2010:44)
 
 
Asas-asas Hukum Acara Pidana;
 
  • Asas Legalitas 
Arti Legalitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Sah, Keabsahan. Secara sederhana Asas Legalitas dapat dimaknai bahwa Tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali telah ada aturan hukum yang mengaturnya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pasal 1 ayat (1) tertulis "Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan".

  • Asas Praduga tak bersalah  
Presumtion of innocence (Asas Praduga tak bersalah) adalah asas yang menyatakan bahwa suatu tersangka tidak dianggap bersalah hingga pengadilan memutus bersalah dan berkekuatan hukum tetap. Asas Praduga tak bersalah termaktub dalam pasal 8 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi: "Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah, sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.
  • Asas perlakukan yang sama dimuka hukum
Asas Equality Before The Law secara definisi jika berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan Asas adalah dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat). Sedangkan yang dimaksud dengan Equality Before The Law berarti persamaan di hadapan hukum. Asas Equality Before The Law tertuang dalam Pasal 27 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi : " Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". kemudian didalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman di tegaskan bahwa:"Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.
 
  • Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
Dalam menjamin keberlangsungan proses penegakan hukum yang efisien, dapat menjangkau semua elemen masyarakat dan singkat didalam KUHAP terdapat asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Untuk menunjukan sistem peradilan cepat, banyak ketentuan di dalam KUHAP memakai istilah “segera”. (Andi hamza, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2012:12)
 
  • Asas Oportunitas
Abidin Farid memberikan perumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut. “Asas Hukum yang memberi wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum”. (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2012:16)
  • Asas Peradilan Terbuka untuk Umum
Asas ini tercermin dalam pasal 153 ayat (3) KUHAP yang berbunyi :
"Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.” Apabila hakim tidak menegaskan sidang terbuka untuk umum kecuali perkara tertentu tersebut maka akan mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.  
  • Asas Akusator
Asas Akusator adalah asas yang menempatkan tersangka/terdakwa sebagai subjek dalam setiap tindakan pemeriksaan.
Terdakwa punya hak yang sama nilainya dengan penuntut umum, namun hakim tetap berada diatas keduanya.
Asas ini sendiri tersurat dalam beberapa pasal antara lain :
        Pasal 52 : Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim
        Pasal 55 : Untuk mendapatkan penasehat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak memilih sendiri penasehat hukumnya
        Pasal 66 : Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
Adanya kebebasan tersangka/terdakwa memberi keterangan dan mendapatkan penasehat hukum tersebut menunjukkan KUHAP telah menganut asas akusator.
  
  • Asas Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
Tersangka ataupun terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum. Dalam Pasal 69-74 KUHAP diatur tentang bantuan hukum tersebut dimana tersangka/terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas. Kebebasan itu antara lain sebagai berikut: 
1. Bantuan Hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan.
2. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkatan pemeriksaan.
3. Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan.
4. Pembicaraan antara penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara.
5. Turunan berika acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna kepentingan pembelaan.
6. Penasihat Hukum berrak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa.  (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2012:23)
 
  • Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
Seorang tersangka ataupun terdakwa berhak mendapat ganti rugi apabila ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili namun tanpa asalan yang jelas, dan juga mendapatkan rehabilitasi apabila diputus bebas atau lepas.
Hal Ganti Rugi dapat dilihat dalam pasal 95 KUHAP yang berisi : "Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, ditntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan"
Hal Rehabilitasi dapa dilihat dalam pasal 97 KUHAP yang berbunyi : "Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabia oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai hukum tetap".
 
  • Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya Tetap
Asas peradilan dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya Tetap, hal ini berarti pengambilan keputusan salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini iangkat Hakim-hakim yang tetap oleh kepala negara. ini disebut dalam Undang-Undang Kekuasaan kehakiman pasal 31. (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2012:22) 
  • Asas Pemeriksaan Hakim Yang Langsun dan Lisan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Asas ini menegaskan bahwa terdakwa dan para saksi tidak dapat diwakilkan oleh siapapun. dan penasihat hukum tidak dapat menggantikan posisi seperti dalam kasus perdata. 
 
 
 
 
 
 
 
sumber/refrensi:
  • Undang-Undang Dasar 1945.
  • Undang-undang No. 48 tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman.
  • Kitab Undang-undang Hukum Acara pidana.
  • (Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, 2012, edisi ke 2).
Next Post Previous Post