Sumber Hukum Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah

 


 Sumber Hukum Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah

  1. Sumber Hukum Acara (Hukum Formil)

Hukum acara yang berlaku di pengadilan agama untuk mengadili sengketa ekonomi syariah adalah hukum acara yang berlaku dan digu nakan pada lingkungan peradilan umum. Ketentuan ini sesual dengan ketentuan Pasal 54 Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006.

hukum acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum adalah Herziene Inlandsch Reglement (HIR) untuk Jawa dan Madura, Rechtreglement Voor De Buittengewesten (R Bg) untuk luar Jawa dan Madura, Kedua aturan hukum acara ini diberlakukan di lingkungan peradilan agama, kecuali hal-hal yang telah diatur secara khu- sus dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. 

 

  1. Sumber Hukum Materiil
Nash Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an terdapat berbagai ayat yang membahas tentang ckonomi berdasarkan prinsip syariah yang dapat digunakan dalammenyelesaikan berbagai masalah ekonomi dan keuangan. Syauqi al Fanjani, inenyebutkan secara eksplisit ada 21 ayat yaitu al-Bagarah (2) ayat 188, 275 dan 279, an Nisaa' (4) ayat 5, dan 32, Had (111 ayat 61 dan 116, al Isra(17) ayat 27: an-Nur (24) ayat 33, al-Jaatiyah (45) ayal 13, adr Deariyaat (51) ayat 19, an-Najn (53) ayat 31 al-Hadud (57) ayat 7. al-Hasy-r (59) ayat 7: al-Jumuah (62) ayat 10, al-Maariy (70) ayat 24 dan 25, al-Maaiun (107) ayat 1, 2 dan 3. Di samping ayat ayat tersebut di atas, sebenarnya masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur'an yang membahas tentang masalah ckonomi dan keuangan baik secara mikro maupun makro, terutama tentang prinsip prinsip dasar keadilan dan pemerataan, serta berupaya selalu siap untuk memenuhi transaksi ekonomi yang dilakukannya selama bertentangan dengan prinsip prinsip syariah.

 Nash Al-Hadis

Melihat kepada kitab-kitab Hadis yang disusun oleh para ulania ahli hadis dapat diketahui bahwa banyak hadis Rasulullah SAW yang berkaitan langsung dengan kegiatan ekonomi dan keuangan Islam Oleh karena itu, menggunakan al-Hadis sebagai sumber hukum lam penyelesaian sengketa ckonomi Syariah sangat dianjurkan kepada pihak pihak yang berwenang

Hadis Rasulullah SAW yang dapat dijadikan rujukan dapat diam- bil dalam beberapa kitab Hadis sebagai berikut

  1. Sahih Buchari, al Buyu ada 82 Hadis, harah ada 24 Hadis, as- Salam ada 10 Hadis, al-Hawalah ada 9 Hadis, al Wakalah 17 Hadis, Al-Muzaraah 28 Hadis dan al-Musaqat 29 Hadis
  2. Sahih Muslim, ada 115 Hadis dalam al-Buyu
  3. Sahih Ibn Hiban, tentang al-Buyu ada 141 al-Hadis, tentang al ljarah ada 38 al-Hadis
  4. Sahih Ibn Khuzaimah, ada 300 al-Hadis tentang berbagai hal yang menyangkut ekonomi dan transaksi keuangan.
  5. Sunan Abu Daud, ada 290 al-Hadis dalam kitab al-Buyyu’
  6. Sunan al-Tarmizi, ada 117 al-Hadis di dalam kitab al-Buyu Sunan
  7. al Nasa'i ada 254 al-Hadis di dalam kitab al-Buyu
  8. Sunan Ibn Majah ada 170 al-Hadis di dalam kitab al-Tijarah
  9. Sunan al Darimi terdapat 94 al-Hadis dalam al-Buyu
  10. Sunan al Kubra li al Baihaqi terdapat 1085 al-Hadis tentang al Buyu' dan 60 al-Hadis tentang al-ljarah
  11. Musannaf Ibn Abi Syaibah terdapat 1.000 al-Hadis
  12. Musanaf Abdul al-Razzaq terdapat 13.054 al-Hadis tentang al- Buyu m.
  13. Mustadrah al-Hakim terdapat 245 al-Hadis tentang al-Buyu

 Angka-angka yang tersebut dalam kitab-kitab tersebut bukanlah hal yang berdiri sendiri, sebab banyak nash al-Hadis yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut bunyi dan sanadnya sama. Hal ini akan sangat membantu dalam menjadikan al-Hadis sebagai sumber hukum ekonomi syariah Di samping sumber hukum ekonomi syariah yang terdapatdi da- lam kitab-kitab al-Hadis di atas, masih banyak lagi al-Hadis yang ter- dapat dalam kitab-kitab lain seperti Sunan al-Daruquthni, Sahih Ibnu Khuzaimah, Musnad Ahmad, Musnad Abu Ya'la al-Musili, Musnad Abu Awanah, Musnad Abu Daud al-Tayalisi, Musnad al-Bazzar, dan masih banyak yang lain yang semuanya merupakan sumber hukum ekonomi syariah yang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan perkara di peradilan agama.

Peraturan perundang undangan

Banyak aturan hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mempunyai titik singgung dengan Un- dang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 ini. Oleh karena itu, hakim pera- dilan agama harus mempelajari dan memahaminya untuk dijadikan pedoman dalam memutuskan perkara ekonomi syariah. Di antara peraturan perundang-undangan yang harus dipahami oleh hakim peradilan agama yang berhubungan dengan Bank Indone- sia antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan .
  • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbanka
  • Peraturan BI No. 6/24/PBI/2004 tentang bank umum yangg Me- laksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah
  • Peraturan BI No. 6/9/PB1/DPM Tahun 2004 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank Perkreditan Rakyat Sya- riah.
  • Peraturan BI No. 3/9/PBI/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi Bank Syariah.
  • Surat Edaran Bl No. 6/9/DPM Tahun 2004 tentang Tata Cara Pem- berian Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah.
  • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/Kep/Dis tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
  • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/Kep/Dir tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
  • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/53/Kep/ Dir./1988 tanggal 27 Oktober 1988 tentang Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
  • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/48/Kep/ Dir/1988 dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG tanggal 27 Oktober 1988 tehtang Sertifkat Deposito.
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 jo. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/ Kep/Dir. tertanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.
  • Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/67/Kep/Dir. tertanggal 23 Juli 1998 tentang Sertifikat Bank Indonesia.
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/49/UPG tertanggal 11 Agustus 1995 tentang Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper).
  • Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/5/UKU tanggal 28 Feb- ruari 1991 tentang Pemberian Garansi Bank.
 Adapun peraturan perundang-undangan yang lain yang mempu nyai persentuhan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 ten- tang Peradilan Agama, antara lain:
  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria.
  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang BUMN.
  • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
  • Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
  • Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987 tentang Dokumen Peru sahaan.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perusahaan Ter- batas
  • Undang Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan.
  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Halk Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.
  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
  • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.
  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Antimonopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
  • Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  • Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
  • Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
  • Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Zakat.
  • Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.
  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
  • Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
  • Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
  • Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Wakaf Ta nah Milik.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Terbatas (Perseroan).
  • Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (Perum)
  • Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyeleng garaan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan.
  • Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005, tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
  • Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1999 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal.
  • Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.
  • Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing.
  • Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Kepala Badan Perta nahan Nasional Nomor 515/Kpts/HK.060/9/2004 Nomor 2/SKB/ BPN/2004.
  • Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanah- an Nasional Nomor 422 Tahun 2004, Nomor 3/SKB/BPN/2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. PERMA No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.


Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)

Dewan syariah Nasional (DSN) berada di bawah MUI, dibentuk pada 1999. Lembaga ini mempunyai kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha bank yang melak- sanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sampai saat ini telah mengeluarkan 61 fatwa tentang kegiatan ekonomi syariah. Seba gai berikut:

  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 01/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Giro.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Tabungan.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 03/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Deposito.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Murabahah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 05/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Jual Beli Saham.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Jual Beli Istishna
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 08/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Pembiayaan Musyarakah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2006 tentang Pembiayaan ljarah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 10/DSN-MUI/IV/2006 tentang Wakalah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 11/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Kafalah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 12/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Hawalah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 13/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Uang Muka dalam Murabahah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 14/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 15/DSN-MUI/IV/2006 tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam Lembaga Keuangan Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 16/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Diskon dalam Murabahah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 17/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Sanksi Atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pem- bayaran.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 18/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam Lembaga Keuangan Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang al-Qardh.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 20/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 22/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Jual Beli Istishna' Paralel.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 23/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Potongan Pelunasan dalam Murabahah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 24/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Safe Defosit Box.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 25/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Rahn.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 26/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang RAHN Emas.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang al-ljarah al-Muntahiyah Bi al-Tamlik Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 28/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Jual Beli Mata Uang (al-Sharf).
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 29/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 30/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Pembiayaan Rekening Koran Syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 31/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Pengalihan Utang.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Obligasi Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 33/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Obiligasi Syariah Mudharab ah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 34/DSN-MUI/IV/2006 ten. tang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 35/DSN-MUI/IV/2006 ten. tang Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 36/DSN-MUI/IV/2006 ten. tang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 37/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 38/DSN-MU1/IV/2006 ten- tang Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifkat IMA).
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 39/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Asuransi Haji.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 40/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Sya- riah di Bidang Pasar Modal.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 41/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Obligasi Syariah ljarah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 42/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Syariah Charge Card.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 43/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Ganti Rugi (Ta'widh).
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 44/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Pembiayaan Multijasa.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 45/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Line Facility (at-Tashilat).
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 46/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Potongan Tagihan Murabahah (al-Khas, Fi al-Murabahah).
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 47/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Penyelesaian Piutang Murabahah bagi Nasabah Tidak Mam- pu Membayar.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 48/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 49/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Konversi Akad Murabahah Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 50/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Akad Mudharabah Musyarakah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 51/DSN-MULIV/2006 ten- tang Akad Mudharabah Musyarakah pada Asuransi Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 52/DSN-MUI/IV/2006 ten tang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Sya- riah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 53/DSN-MUI/IV/2006 ten- tang Adab Tabarru Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Card. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 55/DSN-MUI/V/2007 tentang Pembiayaan Rekening Koran Syariah Musyarakah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 56/DSN-MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 57/DSN-MUI/V/2007 tentang Letter of Credit (L/C) dengan Akad Kafalah Bil Ujrah.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional Np. 58/DSN-MUI/V/2007 tentang Hawalah Bil Ujrah.
  • Fatwa Devtan Syariah Nasional No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konvensi.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 60/DSN-MUI/V/2007 tentang Penyelesaian Piutang dalam Ekspor.
  • Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 61/DSN-MUI/V/2007 tentang Penyelesaian Piutang dalam Impor.
  • Dan beberapa fatwa lainnya.
 
Akad Perjanjian (Kontrak)

Menurut Taufiq dalam mengadili perkara sengketa ekonomi syariah, sumber hukum utama adalah perjanjian, sedangkan yang lain merupakan pelengkap saja. Oleh karena itu, hakim harus memahami apakah suatu akad perjanjian itu sudah memenuhi syarat dan rukun sahnya suatu perjanjian. Apakah suatu akad perjanjian itu sudah me- menuhi asas kebebasan berkontrak, persamaan dan kesetaraan, ke- adilan, kejujuran dan kebenaran, serta asas tertulis. Hakim juga haqus meneliti apakah akad perjanjian itu mengandung hal-hal yang dila rang oleh syariat Islam, seperti mengandung unsur riba dengan segala bentuknya, ada unsur gharar atau tipu daya, unsur maysir atau spe- kulatif, dan unsur dhulm atau ketidakadilan. Jika unsur-unsur ini ter dapat dalam akad perjanjian it, maka hakim dapat menyimpang dari isi akad perjanjian itu.

Berdasarkan Pasal 1244, 1245, dan 1246 KUH Perdata, apabila salah saki pihak melakukan ingkar janji (wanprestasi) atau perbuatan melawan hukum, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi yang berupa pemulihan prestasi, ganti rugi, biaya, dan bunga. Apakah ketentuan ini dapat dilaksanakan dalam konsep perjanjian dalam syariat Islam? Ketentuan ini tentu saja tidak bisa diterapkan se luruhnya dalam hukum keperdataan Islam, karena dalam akad per- janjian Islam tidak dikenal adanya bunga yang menjadi bagian dari tuntutan ganti rugi. Oleh karena itu, ketentuan ganti rugi harus ses dengan prinsip syariat Islam. Jika salah satu pihalk tidak melakukan prestasi, dan itu dilakukan bukan karena terpaksa (overmach), maka ia dipandang ingkar janji (wanprestasi) yang dapat merugikan pihak lain. Penetapan wanprestasi ini bisa berbentuk putusan hakim atau atas dasar kesepakatan bersama atau berdasarkan ketentuan aturan hukum Islam yang berlaku.

Perbuatan melawan hukum oleh CST Kansil, diartikan bahwa berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang melanggar hak orang lain, atau berlawanan dengan kewajiban hak orang yang berbuat atau tidak berbuat itu sendiri atau bertentangan dengan tata susila, maupun ber lawanan dengan sikap hati-hati sebagaimana patutnya dalam pergaul- an masyarakat, terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Sanksi untuk perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUH Per- data yang menetapkan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. 

 Fikih dan Ushul Fikih

 Fikih merupakan sumber hukum yang dapat digunakan dalam menyelesaikan sengketa ckonomi syariah. Sebagian besar kitab-kitab fikih yang muktabar berisi berbagai masalah muamalah yang dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan masalah ekonomi syariah. Di samping kitab-kitab fikih yang dianjurkan oleh Menteri Agama RI me- lalui Biro peradilan agama berdasarkan Surat Edaran Nomor B/1/735 tanggal 18 Februari 1958 agar memedomani 13 kitab fikih dalam me mutus perkara di lingkungan peradilan agama, perlu juga dipelajari berbagai kitab fikih lain sebagai bahan perbandingan dan pedoman seperti Bidayatul Mujtahid yang ditulis oleh Ibn Rusy, Al-Mulakhkhash al-Figh yang ditulis oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al- Fauzan, Al-Figh al-Islami wa Adillatuhu yang ditulis oleh . Wahbah al- Zuhaili, Fighus Sunnah yang ditulis oleh Sayyid Sabiq, dan sebagainya.

Selain dari itu, perlu juga dipahami berbagai kaidah fikih, sebab kaidah-kaidah ini sangat berguna dalam menyelesaikan perkara. Kai- dah fikih terkandung prinsip-prinsip fikih bentuk teks pendek yang mengandung hukum umum yang sesuai de- ngan bagian-bagiannya. Kaidah fikih ini berisi kaidah-kaidah hukum yang bersifat kulliyah yang diambil daripada dalil-dalil kulli, yaitu dari dalil-dalil Al-Qur'an dan Al-Sunnah, seperti al-Dararu Yuzalu (Hal- hal yang darurat mesti harus dilenyapkan dan lain-lain). 

 hal tersebut dapat diketahui bahwa qawaid fiqtyah adalah kaidah atau dasar fikih yang bersifat umum yang mencakup hukum hukum syara' menyeluruh dari berbagai bab dalam masalah-masalah yang masuk di bawah cakupannya. Dewan Syariah Nasional MUI dalam menetapkan berbagai fatwa tentang ekonomi syariah sebagai- mana yang terdapat dalam buku Himpunan Fatwa DSN, hampir semua fatwanya selain berhujah pada Al-Qur'an dan Al-Sunah serta aqwal ulama juga berhujah kepada qowaidul fighiyyah.

Adab Kebiasaan

Islam sehgaja tidak menjelaskan semua persoalan hukum, terutama dalam bidang muamalah di dalam Al-Qur'an dan Al-Sunah. Islam meletakkan prinsip-prinsip umum yang dapat dijadikan pedoman oleh para Mujtahid untuk berijtihad menentukan hukum terha- dap masalah-masalah baru yang sesuai dengan tuntutan zaman. Inilah di antaranya yang menjamin eksistensi dan fleksibilitas hukum Islam, sehingga hukum Islam akan tetap shalihun likulli zaman wal makan. Jika masalah-masalah baru yang timbul saat ini tidak ada dalilnya dalam Al-Qur'an dan Al-Sunah, serta tidak ada prinsip-prinsip umum yang dapat disimpulkan dari peristiwa itu, maka dibenarkan untuk mengambil dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, sepanjang nilai-nilai itu tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Hal-hal yang baik menjadi kebiasaan, berlaku dan diterima secars umum serta tidak berlawanan dengan prinsip prinsip syariah itulalh 'urf. Para ahli hukum Islam sepakat bahwa 'urf semacam ini dapat di jadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum. Di sinilah mancul kaidah "Al Adah Muhakkamah." Berdasarkan 'urf, para ahli hukum Islam menyatakan sahnya bai' salam, bai' istishna', bai mathah, jarah, dan sebagainya.

 Yurisprudensi

Sampai saat ini belum ada yurisprudensi (putusan pengadilan agama) yang berhubungan dengan ekonomi syariah. Sementara ini baru ada empat buah putusan dari pengadilan agama Purbalingga Jawa Tengah dan satu putusan perngadilan agama Bukit Tinggi dan satu putusan Pengadilan Tingi Agama Padang dan sudah mendapat putusan kasasi Mahkamah Agung. Selain dari itu, terdapat beberapa putusan pengadilan niaga tentang ekonomi konvensional yang sudah  menjadi yurisprudensi tetap. Yurisprudensi ini dapat digunakan se bagai bahan perbandingan dalam pemeriksaan dan memutus perkara ekonomi syariah.

 

Sumber/refrensi:

Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia, (Bogor, Ghalia Indonesia: 2001) Cet. 1

Taufiq, Sumber Hukum Ekonomi Syariah, makalahyang disampaikan pada acara seminar syariah, Hotel Gren Alia Jakarta,tanggal 20 november 2006, hlm. 6-7.;

 CST.kansil, Pengantar ilmu hukum dan tata hukum indonesia,(jakarta,Balai pustaka, 1986), hlm.254.

Next Post Previous Post