Sosiologi Hukum

 SOSIOLOGI HUKUM 



 
Baik terimakasih teman-teman yang telah mengunjungi Selancarinfo, kali ini penulis akan Sharing materi tentang sosiologi hukum, kiranya tulisan ini dapat bermanfaat bagi teman-teman semua. 
 
 
A. Pengertian Sosiologi Hukum
 
Pengertian sosiologi hukum jika dilihat dari kata “Sosiologi” dan “Hukum” Maka akan memberikan definisi bahwa sosiologi hukum adalah ilmu yang meneliti tentang masyarakat akan suatu keberlakukan Hukum. Menurt Prof. DR. Soerjono Soekanto, S.H.,M.A. Arti sosiologi hukum adalah cabang ilmu pengetahuan yang  dikaji dalam sususnan analitis dan empiris di dalam menganalisis hubungan timbal balik gejala sosial dan berbagai bentuk perosalan hukum yang ada dalam masyarakat. Dalam pembahasan sosiologi hukum nantinya akan dekat dengan asas Law as a tool of social engineering yang berarti hukum adalah alat untuk rekayasa sosial, yang mana nantinya teman-teman dalam mempelajari sosiologi hukum akan melihat dari perspektif keberlakuan hukum didalam masyarakat, bagaimana hukum berlaku dan ditaati oleh masyarakat dan lain sebagainya. 
 
 
B. Kegunaan Sosiologi Hukum 
 
Kegunaan sosiologi hukum sangatlah penting bagi peneliti, akademisi, legal drafter dan profesi hukum lainnya, adapun kegunaan daripada sosiologi hukum dalam kenyataannya adalah sebagai berikut;
1. Sosiologi Hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman terhadap hukum di dalam konteks sosial.
2. Penguasaan konsep-konsep Sosiologi Hukum dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk  mengadakan analitis terhadap efiktifitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, sarana untuk mengubah masyarakat, dan sarana untuk mengatur interaksi sosial agara mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu.
3. Sosiologi hukum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektifitas hukum didalam masyarakat. 
 
Kegunaan-kegunaan umum tersebut, secara terperinci dapat dijabarkan sebagai berikut:
 
1. Pada taraf organisasi dalam masyarakat;
  • sosiologi hukum dapat mengungkapkan ideologi dan falsafah yang mempengaruhi perencanaan, pembentukan, dan penegakan hukum.
  • dapat di diidentifikasikan unsur-unsur kebudayaan manakah yang mempengaruhi isi  atau subtansi hukum.
  • lembaga-lembaga manakah yang sangat berpengaruh didalam pembentukan hukum dan penegakannya. 
2. Pada taraf golongan dalam masyarakat 
  • pengungkapan dari golongan-golongan manakah yang sangat menentukan dalam pembentukan dan penerapan hukum.
  • Golongan-golongan manakah di dalam masyarakat yang beruntung atau sebaliknya malahan dirugiakan dengan adanya hukum-hukum tertentu.
  • Kesadaran hukum daripada golongan-golongan tertentu dalam masyarakat.
3. Pada taraf Individual 
  • Identifikasi terhadap unsur-unsur hukum yang dapat mengubah prikelakuan warga masyarakat.
  • Kekuatan, Kemampuan, dan kesungguhan hati dari para penegak hukum dalam melaksanakan fungsinya.
  • Kepatuhan dari warga masyarakat terhadap Hukum, Baik yang berwujud kaidah-kaidah yang menyangkut kewajiban-kewajiban hak, maupaun perilaku yang teratur. 
 
C. Mengenal Hasil Pemikiran Para ahli Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum 
 
1. Madzhab Formalistis 
 
Madzhab formalistis yang teorinya lebih dikenal dengan dengan nama Analytical Jurisprudence, Analytical jurisprudence kemudian disebut juga Ilmu Hukum Dogmatik yang hanya melihat ke dalam hukum dan menyibukkan diri dengan membicarakan dan melakukan analisis ke dalam, khususnya terhadap hukum sebagai suatu bangunan peraturan yang dinilai sebagai sistematis dan logis dengan kata lain teori ini mengangap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat tertutup. Salah satu tokoh yang terkenal dari madzhab ini adalah ahli filsafat hukum terkemuka dari inggris Jhon Austin (1790-1859). Austin kemudian terkenal dengan pahamnya yang menyatakan, Bahwa hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan. Selanjutnya menurut Austin hukum adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur mahluk berfikir, perintah mana dilakukan oleh mahluk berfikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan. Austin beranggapan bahwa hukum yang sebenarnya mengandung 4 unsur, yatu perintah, sanksi, kewajibanm dan kedaulatan. 
 
 
Menurut Austin, hukum dibagi dalam dua bagian yaitu hukum yang dibuat oleh tuhan dan hukum yang disusun oleh umat manusia. Hukum yang dibuat oleh umat manusia dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu:
  • Hukum yang sebenarya
          Hukum yang sebenarnya terdiri atas hukum yang diuat oleh penguasa bagi pengikut-pengikutnya dan hukum yang disusun oleh individu-individu guna melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya.
 
  • Hukum yang tidak sebenarnya
          Hukum yang tidak sebenarnya bukanlah merupakan hukum yang secara langsung berasal dari penguasa, akan tetapi merupakan peraturan-peraturan yang disusun oleh perkumpulan-perkumpulan atau badan-badan   tertentu. 
 
 
 2. Madzhab sejarah dan kebudayaan 
 
Madzhab sejarah dan kebudayaan menekankan bahwasanya hukum hanya dapat dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan dimana hukum tersebut timbul. Salah seorang tokoh dari madzhab ini adalah Friedrich Karl Von Savigny (1779-1861) yang dianggap sebagai pemuka ilmu sejarah hukum.  Von Savigny berpendapat bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (Volkgeist). beliau berpendapat, bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, bukan berasal dari pembentuk undang-undang. Von Savigny kemudian mengemukakan betapa pentingnya untuk meneliti hubungan antara hukum dengan struktur masyarakat beserta sistem nilai-nilainya. 
 
3. Madzhab Utilitarianisme 
 
Salah satu prinsip dari aliran Utilitarianism ini adalah bahwa manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia tergantung dari perbuatan tersebut, apakah dapat mendatangkan suatu kebahagiaan atau tidak. Salah satu tokoh yang terkemuka dari aliran Utilitarianism ini adalah Jeremy Bentham (1748-1832), Bentham adalah seorang ahli filsafat hukum yang sangat menekankan pada apa yang harus dilakukan oleh suatu sistem hukum. Bentham mengemukakan bahwa pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat individual. 
 
 
 4. Madzhab Sociological Jurisprudence 
 
Seorang ahli hukum dari Austria yaitu Eugen Ehrlich (1826-1922) dianggap sebagai pelopor dari aliran Sociological Jurisprudence, berdasarkan hasil karyanya yang berjudul Fundamental Principles Of The Sociologi Of Law. Ajaran ini berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup dimasyarakat atau yang lebih dikenal dengan sebutan living law.  Ehrlich menyatakan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hdup dimasyarakat, atau dengan apa yang disebut para antropolog sebagai pola-pola kebudayaan (culture patterns). Selanjutnya Ehrlich mengemukakan, bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan-keputusan badan judikatif ataupun ilmu hukum. akan tetapi justru terletak di dalam masyarakat itu sendiri.
 
5.  Madzhab Realisme Hukum 
 
Aliran Realisme Hukum diprakarsai oleh tiga tokoh dari Amerika Yaitu, Karl LIewellyn (1893-1962), Jerome Frank (1889-1957), dan Justice Oliver Wendell Holmes (1841-1935). Mereka tersohor dengan kosep yang Radikal tentang proses peradilan dengan menyatakan bahwa hakim-hakim tidak hanya menemukan hukum, akan tetapi membentuk hukum. Seorang Hakim harus selalu memilih, dia yang menentukan prinsip-prinsip mana yang dipakai dan pihak-pihak mana yang menang. Keputusan-keputusan Hakim seringkali mendahului penggunaan prinsip-prinsip hukum yang formal. Ahli-ahli pemikir dari aliran ini menaruh perhatian yang sangat besar terhadap keadilan, walaupun mereka berpendapat bahwa secara ilmiah tak dapat ditentukan apa yang dinamakan hukum yang adil.
 
 
 
 Sekian, terimakasih agar teman-teman tidak bosan membaca maka penulis menyajikan materi ini dengan beberapa bagian yang akan disajikan dikemudian hari. thanks.
 
 
 
Sumber/Refrensi:
 
Prof. DR. Soerjono Soekanto, S.H.,M.A. “POKOK-POKOK SOSIOLOGI HUKUM”, (Jakarta : Rajawali Pers 2014) cet ke-5 hlm 25-45. 
 
 
 
 
 
 
Next Post Previous Post