Pengertian dan Ruang Lingkup Cyberterrorism

  

     Cyber Terrorism merupakan salah satu jenis kejahatan yang masuk dalam kategori Cyber Crime karena kejahatan dalam dunia maya (cyber crime) secara sederhana dapat diartikan sebagai jenis kejahatan yang dilakukan dengan mempergunakan media internet sebagai alat bantu melakukan aksi terornya. Cyber terrorism dalam ruang maya (cyber space) berkembang begitu pesat dengan berbagai pola interaksi kejahatan yang dilakukan setiap orang yang berniat untuk melakukan tindak pidana di ruang maya.

   Ada beberapa batu sandungan untuk menciptakan definisi yang jelas dan konsisten dari istilah “terorisme siber.” Pertama, banyak diskusi tentang terorisme siber telah dilakukan di media populer, di mana jurnalis biasanya berjuang untuk drama dan sensasi daripada definisi operasional yang baik dari istilah-istilah baru. Kedua, sangat umum ketika berhadapan dengan komputer untuk menciptakan kata-kata baru hanya dengan menempatkan kata "cyber", "komputer", atau "informasi" sebelum kata lain. Jadi, seluruh gudang kata—kejahatan dunia maya, infowar, netwar, terorisme siber, pelecehan siber, perang virtual, terorisme digital, taktik siber, perang komputer, serangan siber, dan pembobolan siber—digunakan untuk menggambarkan apa yang dilakukan oleh beberapa ahli strategi militer dan politik. menggambarkan sebagai "terorisme baru" zaman kita.

      Beberapa upaya telah dilakukan untuk memperkenalkan presisi semantik yang lebih besar. Yang paling menonjol, Dorothy Denning, seorang profesor ilmu komputer, telah mengajukan definisi yang sangat jelas dalam berbagai artikel:

"Cyberterrorism adalah konvergensi cyberspace dan terorisme. Ini mengacu pada serangan yang melanggar hukum dan ancaman serangan terhadap komputer, jaringan, dan informasi yang disimpan di dalamnya ketika dilakukan untuk mengintimidasi atau memaksa pemerintah atau rakyatnya untuk memajukan tujuan politik atau sosial. Lebih lanjut, untuk memenuhi syarat sebagai terorisme siber, serangan harus mengakibatkan kekerasan terhadap orang atau properti, atau setidaknya menyebabkan kerusakan yang cukup untuk menimbulkan rasa takut. Serangan yang menyebabkan kematian atau cedera tubuh, ledakan, atau kerugian ekonomi yang parah akan menjadi contohnya. Serangan serius terhadap infrastruktur penting dapat menjadi tindakan terorisme siber, tergantung pada dampaknya. Serangan yang mengganggu layanan yang tidak penting atau yang sebagian besar merupakan gangguan yang mahal tidak akan dilakukan.

    Penting untuk membedakan antara terorisme siber dan “peretasan”, sebuah istilah yang diciptakan oleh para sarjana untuk menggambarkan perkawinan peretasan dengan aktivisme politik. (“Peretasan” di sini dipahami sebagai aktivitas yang dilakukan secara online dan terselubung yang berusaha mengungkapkan, memanipulasi, atau mengeksploitasi kerentanan dalam sistem operasi komputer dan perangkat lunak lainnya. Tidak seperti peretas, peretas cenderung tidak memiliki agenda politik.) Peretas memiliki empat senjata utama yang mereka miliki: blokade virtual; serangan email; peretasan dan pembobolan komputer; dan virus komputer dan worm.

Cyberterrorism adalah pilihan yang menarik bagi teroris modern karena beberapa alasan.

• Pertama, lebih murah daripada metode teroris tradisional. Yang dibutuhkan teroris hanyalah komputer pribadi dan koneksi online. Teroris tidak perlu membeli senjata seperti senjata api dan bahan peledak; sebaliknya, mereka dapat membuat dan mengirimkan virus komputer melalui saluran telepon, kabel, atau koneksi nirkabel.

• Kedua, terorisme siber lebih anonim daripada metode teroris tradisional. Seperti banyak peselancar Internet, teroris menggunakan nama panggilan online—"nama layar"—atau masuk ke situs web sebagai "pengguna tamu" yang tidak dikenal, sehingga sangat sulit bagi badan keamanan dan pasukan polisi untuk melacak identitas asli teroris. Dan di dunia maya tidak ada hambatan fisik seperti pos pemeriksaan untuk dinavigasi, tidak ada perbatasan untuk dilintasi, dan tidak ada agen bea cukai untuk diakali.

• Ketiga, variasi dan jumlah target sangat banyak. Cyberterrorist dapat menargetkan komputer dan jaringan komputer pemerintah, individu, utilitas publik, maskapai swasta, dan sebagainya. Banyaknya jumlah dan kompleksitas target potensial menjamin bahwa teroris dapat menemukan kelemahan dan kerentanan untuk dieksploitasi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa infrastruktur penting, seperti jaringan tenaga listrik dan layanan darurat, rentan terhadap serangan cyberterrorist karena infrastruktur dan sistem komputer yang menjalankannya sangat kompleks, sehingga secara efektif tidak mungkin untuk menghilangkan semua kelemahan.

• Keempat, terorisme siber dapat dilakukan dari jarak jauh, sebuah fitur yang sangat menarik bagi teroris. Terorisme siber membutuhkan lebih sedikit pelatihan fisik, investasi psikologis, risiko kematian, dan perjalanan daripada bentuk terorisme konvensional, sehingga memudahkan organisasi teroris untuk merekrut dan mempertahankan pengikut.

• Kelima, seperti yang ditunjukkan oleh virus I LOVE YOU, terorisme siber memiliki potensi untuk mempengaruhi secara langsung lebih banyak orang daripada metode teroris tradisional, sehingga menghasilkan liputan media yang lebih besar, yang pada akhirnya diinginkan oleh teroris.  

    Di dalam pemikiran Michael Vatism ada 3 (tiga) cara bagaimana kaum teroris memanfaatkan komputer sebagai alat (tool) untuk melakukan kejahatan di ruang cyber (cyber crime) dalam menjalankan aksinya, dapat dibuktikan sebagai berikut :

1. Komputer sebagai alat dengan membuat home page yang digunakan sebagai sarana propaganda, rekruitmen, mengumpulkan data/informasi dari sektor privat atau data rahasia dan mengadakan hubungan dengan kelompok teroris lainnya, dan seluruh aktivitas menggunakan encrypt;

2. Sebagai penerima atau alat bukti; dengan ditemukannya data – data pada komputer yang dijadikan alat bukti adanya tindak pidana terorisme yang telah atau sedang direncanakan, ini dilakukan dengan men-decrypt dokumen (file-file) encrypt pada komputer pelaku;

3. Target, dalam hal ini pelaku kejahatan mengadakan konsolidasi dan koordinasi dalam melakukanan sasaran aksi terornya, misalnya pada kasus laptop milik pelaku kejahatan bom bali setelah dilakukan decrypt terbukti internet dipakai untuk mengadakan koordinasi pada aksi teror dan targetnya.

     Pengertian Tindak Pidana Terorisme dalam ketentuan peraturan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pada Pasal 1 angka 1 Perppu tersebut menyatakan bahwa tindak pidana terorisme adalah “segala perbuatan yang memenuhi unsur–unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini” Di dalam ketentuan Perppu No. 1 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tidak disebutkan secara eksplisit apa yang dimaksud dengan cyber terrorism. Di dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 hanya disebutkan alat bukti elektronik (electronik evidence) sebagai alat bukti yang sah. Informasi yang dikirmkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu, dan data yang merekam secara elektronik merupakan alat bukti.

    Tidak mudah untuk mendefinisikan cyber terrorism karena banyak definisi yang berkembang. Andi Hamzah menyatakan bahwa “kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal”. Sejalan dengan pendapat Andi Hamzah, yang didukung oleh pemikiran dan pendapat Cahyana yang menyatakan bahwa: 

     Terorisme pada dasarnya sudah terjadi jika seseorang atau kelompok orang melakukan kegiatan ilegal melalui teknologi informasi. Menurutnya penyusupan ke dalam sistem komputer yang diproteksi milik orang lain dan mencuri data atau merusak data maupun informasi digolongkan sebagai terorisme informasi.


Sumber:

http://ojs.umsida.ac.id/index.php/rechtsidee/article/view/82/136 

https://www.usip.org/sites/default/files/sr119.pdf

Next Post Previous Post